Jumat, 03 Mei 2013


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Islam merupakan agama yang mengandung aqidah dan mengandung aturan atau undang-undang.
Harta dalam pandangan Islam adalah bukan satu-satunya tujuan, juga bukan sebagai sebab yang dapat menjelaskan semua kejadian-kejadian, melainkan harta menjadi jalan untuk merealisir sebagian kebutuhan-kebutuhan dan manfaat-manfaat yang tidak cukup bagi manusia, yaitu dalam pelayanan seseorang kepada hal yang bersifat materi yang tidak bertentangan dengan kemaslahatan umum tanpa berbuat dzalim dan berlebihan
Islam memandang harta dengan acuan akidah yang disarankan Al-Quran yaitu dipertimbangkannya kesejahteraan manusia, alam, masyarakat dan hak milik.Pandangan demikian bermula dari landasan iman kepada Allah, dan bahwa Allah adalah pengatur segala hal dan kuasa.Adalah fitrah manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik secara lahiriyah maupun batiniyah.Maka dari itu segala kebutuhan seolah-olah bisa diselesaikan dengan dikumpulkannya Harta sebanyak-banyaknya.
Maka apa sebenarnya hakekat harta dan bagaimana pandangannya dalam islam?










BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Harta
Menurut etimologi, harta adalah[1] : “sesuatu yang dibutuhkan dan diperoleh manusia, baik berupa benda yang tampak seperti emas,perak,binatang,tumbuh-tumbuhan,maupun (yang tidak tampak), yakni manfaat seperti kendaraan,pakaian dan tempat tinggal.”
Sesuatu yang tidak dikuasai manusia tidak bisa dinamakan harta menurut bahasa, seperti burung diudara ikan di dalam air,pohon dihutan, dan barang tambang yang ada di bumi.
Dalam bahasa Arab di sebut al-Mal yang berarti condong,miring dan cenderung. Manusia cenderung ingin memiliki dan menguasai harta.
            Menurut istilah ahli fiqh terbagi dalam dua pendapat [2]:
1.      Menurut Ulama Hanafiah
“ harta adalah sesuatu yang dapat diambil,di simpan dan di manfaatkan “
Menurut definisi ini, harta memiliki dua unsur :
a)      Harta dapat dikuasai dan dipelihara seperti ilmu, kesehatan, kemuliaan, kecerdasan
b)      Dapat dimanfaatkan menurut kebiasaan
Segala sesuatu yang tidak bermanfaat seperti daging bangkai, makanan yang basi, tidak dapat disebut harta,tetapi menurut kebiasaan tidak diperhitungkan manusia seperti satu biji gandum,segenggam tanah dan lain-lain,semua itu tidak disebut harta sebab terlalu sedikit sehingga zatnya tidak dapat dimanfaatkan,kecuali kalau disatukan dengan hal lain.
2.      Menurut Jumhur Ulama Fiqh Selain Hanafiah
“segala yang bernilai dan bersifat harta “
Salah satu perbedaan dari definisi yang dikemukakan oleh Ulama Hnafiah dan Jumhur adalah tentang benda yang tidak dapat diraba,seperti manfaat. Ulama hanafiah memandang bahwa manfaat termasuk sesuatu yang dapat dimiliki,tetapi bukan harta. Adapun menurut ulama selain hanafiah, manfaat termasuk harta sebab yang penting adalah manfaatnya bukan zatnya. Pendapat ini lebih umum digunakan oleh manusia.
B. Kedudukan Harta dalam Al-Qur’an dan as-Sunah
a.       Dalam Al-Qur’an
·         Harta sebagai fitnah
 “ sesungguhnyahartamu dan anakmu adalah cobaan. Dan disisi Allah-lah pahala yang paling besar “ Q.S At-Taghabun : 15
·         Harta sebagai perhiasan hidup
“ harta dan anak-anak adalah perhiasaan dunia “ Q.S Al-Kahfi :46
·         Harta untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai kesenangan
“(dan dijadikan) indah menurut pandangan manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini,yaitu wanita-wanita,anak-anak,harta yang banyak dari emas,perak,kuda pilihan,binatang-binatang ternak dan sawah lading. Itulah kesenangan hidup di dunia dan disisi Alla-lah tempat kembali yang baik (surga) “ Q.S Ali-imran : 14
b.      Dalam as-Sunah
·         Kecelakaan bagi penghamba harta
“celakalah orang yang menjadi hamba dinar (uang), orang yang menjadi hamba dirham, orang yang menjadi hamba toga atau pakain, jika diberi, ia bangga, jika tidak diberi ia marah, mudah-mudahan ia celaka dan sakit, jika dia kena suatu musibah dia tidak akan memperoleh jalan keluar “ H.R Bukhari
·         Penghambat harta adalah orang terkutuk
“terkutuklah orang yang menjadi hamba dinar dan terkutuk pula orang yang menjadi hamba dirham “ H.R Tirmizi
C. Harta Dalam Pandangan Islam
Sikap Islam terhadap harta merupakan bagian dari sikapnya terhadap kehidupan dunia. Sikap Islam terhadap dunia adalah sikap pertengahan yang seimbang. Materi atau harta dalam pandangan Islam adalah sebagai jalan, bukan satu-satunya tujuan, dan bukan sebagai sebab yang dapat menjelaskan semua kejadian-kejadian. Harta yang baik adalah harta jika diperoleh dari yang halal dan digunakan pada tempatnya. Harta menurut pandangan Islam adalah kebaikan bukan suatu keburukan. Oleh karena itu harta tersebut tidaklah tercela menurut pandangan Islam dan karena itu pula Allah rela memberikan harta itu kepada hamba-Nya. Dan kekayaan adalah suatu nikmat dari Allah sehingga Allah SWT.
Pertama, harta mutlak dimiliki Allah. Manusia hanya sebatas melaksanakan amanah mengelola dan memanfaatkan.
(QS. Al_Hadid : 7)
“ Seseorang pada hari akhir nanti pasti akan ditanya 4 hal : usianya untuk apa dihabiskan, jasmaninya untuk apa digunakan, hartanya darimana didapatkan dan untuk apa dipergunakan, serta ilmunya untuk apa dipergunakan”. (HR Abu Daud)
Kedua, status harta yang dimiliki manusia.
  1. Harta sebagai amanah dari Allah swt.
  2. Harta sebagai perhiasan hidup. (Ali Imron : 14)
  3. Harta sebagai ujian keimanan. (Al-Anfal : 28)
  4. Harta sebagai bekal ibadah.
Ketiga, pemilikan harta dapat dilakukan melalui usaha (‘amal) atau mata pencaharian (ma’isyah) yang halal dan sesuai dengan aturan Allah swt. (Al-Baqarah : 267)
“Sesungguhnya Allah mencintai hambaNya yang bekerja. Barang siapa yang bekerja keras mencari nafkah yang halal untuk keluarganya maka sam dengan mujahid di jalan Allah”. (HR Ahmad)
“Mencari rejeki yang halal adalah wajib setelah kewajiban yang lain”. (HR Thabrani)
Keempat, dilarang mencari harta yang melupakan mati. (At-Takatsur : 1-2)
Kelima, dilarang mencari harta dengan menempuh usaha yang haram. Seperti melalui kegiatan riba, perjudian, jual beli barang haram, mencuri, merampok, curang dalam takaran atau timbangan, melalui cara-cara yang batil dan merugikan, dan suap menyuap.
Berkenaan dengan harta didalam al-Qur’an dijelaskan juga larangan-larangan yang berkaitan dengan aktivitas ekonomi, dalam hal ini meliputi: produksi, distribusi dan konsumsi harta:
a. Perkara-perkara yang merendahkan martabat dan akhlak manusia
b. Perkara-perkara yang merugikan hak perorangan dan kepentingan sebagian atau keseluruhan masyarakat, berupa perdagangan yang memakai bunga.
c. Penimbunan harta dengan jalan kikir
d. Aktivitas yang merupakan pemborosan
e. Memproduksi, memeperdagangkan, dan mengkonsumsi barang-barang terlarang seperti narkotika dan minuman keras.

D. Pembagian Harta
            Ulama fiqih membagi harta menjadi beberapa bagian yang bagiannya berdampak atau berkaitan dengan beragam hokum (ketetapan), pembagiannya sebagai berikut :
1)      Harta Muttaqawwin dan Ghairu Muttaqawwin
a. Harta Muttaqawwinn
“segala sesuatu yang dapat dikuasai dengan pekerjaan dan diperbolehkan syara’ untuk memenfaatkannya,seperti macam-macam benda yang tidak bergerak, yang bergerak, dan lain-lain “
Harta ini ialah semua harta yang baik jenisnya maupun cara memperoleh dan penggunaanya. Misalnya kerbau halal dimakan umat Islam, tetapi disembelih dengan cara dipukul maka daging kerbau tersebut tidak dapat dimanfaatkan.
b. Harta Ghairu Muttaqawwin
“sesuatu yang tidak dapat dikuasai dengan pekerjaan dan dilarang syara’ untuk memanfaatkannya,kecuali dalam keadaan mudarat, seperti khamar. “[3]
2)      Harta Mitsli dan Harta Qimi
a. Harta mitsli
“harta yang memiliki kesamaan atau kesetaraan dipasar, tidak ada perbedaan pada bagian-bagiannya atau kesatuannya,yaitu perbedaan atau kekurangan yang biasa terjadi dalam aktivitas ekonomi “
Harta Mitsli ialah benda-benda yang ada persamaannya dalam kesatuan-kesatuannya, dalam artian dapat berdiri sebagiannya ditempat yang lain tanpa ada perbedaan yang perlu dinilai. Harta mitsli terbagi menjadi empat bagian, yaitu harta yang ditakar seperti gandum, harta yang ditimbang seperti kapas dan besi, harta yang dihitung seperti telur, dan harta yang dijual dengan meter seperti pakain,papan dll.
b.Harta Qimi
“harta yang tidak mempunyai persamaan dipasar atau mempunyai persamaan,tetapi ada perbedaan menurut kebiasaan antara kesatuannya pada nilai, seperti binatang dan pohon “[4]
Harta Qimi ialah benda-benda yang kurang dalam kesatuan-kesatuanya karena tidak dapat berdiri sebagian tempat sebagian yang lainnya tanpa perbedaan.
Dengan pekara lain, harta mitsli adalah harat yang jenisnya diperoleh dipasar (secara persis), dan Qimi ialah harta yang jenisnya sulit didapatkan dipasar, bias diperoleh tetapi jenisnya berbeda, kecuali dalam nilai harganya. Jadi harta yang ada imbangannya disebut mitsli dan yang tidak ada imbangannya disebut qimi.
3)      Harta Istihlak dan Harata Isti’mal
a. Harta Istihlak
Harta islihlak ialah sesuatu yang tidak dapat diambil kegunaan dan manfaatnya secara biasa, kecuali dengan menghabiskannya. Harta Istihlak terbagi dua yaitu istihlak haqiqi ialah suatu benda yang menjadi harta yang secara jelas (nyata) zatnya habis sekali digunakan. Misalnya, korek api bila dibakar maka habislah. Selanjutnya istihlak huquqi ialah harta yang sudah habis nilainya bila telah digunakan, tetapi zatnya tetap ada. Misalnya, uang yang dipake membayar utang.
b. Harta Isti’mal
Harta Isti’mal ialah sesuatu yang dapat digunakan berulang kali dan materinnya tetap terpelihara. Harta isti’mal dihabis sekali digunakan melainkan dapat digunakan lagi. Seperti kebun, tempat tidur, pakaian sepatu, laptop, hanphone dan lain sebagainya.
4)      Harta Manqun dan Harata Ghoiru Manqul
a. Harta manqun
Harta manqul yaitu segala harta yang dapat dipindahkan (bergerak) dari suatu tempat ke tempat lain. Seperti emas, perak, perunggu, pakaian, kendaraan dan lain sebagainya, termasuk harta yang dapat dipindahkan.
b. Harta Ghoiru Manqul
Harta Ghoiru Manqul yaitu sesuatu yang tidak dapat dipindahkan dan dibawa dari tempat satu ketempat yang lain. Seperti kebun, pabrik, sawah, dan lain sebagainya. Karena tidak dapat dipindahkan. Dalam Hukum Perdata Positif digunakanlah istilah benda bergerak dan benda tetap.
5)      Harta ‘Ain dan Harta Dayn
a. Harta ‘Ain
Harta ‘ain adalah harta yang berbentuk benda, seperti rumah, pakaian, jambu, kendaraan dan lain sebagainya. Harta ‘ain terbagi menjadi dua yaitu:
- Harta ‘ain dzati qimah, yaitu benda yang memiliki bentuk dipandang sebagai harta karena memiliki nilai. Herta ini meliputi; benda yang dianggap harta boleh diambil manfaatnya, benda dianggap harta tidak boleh diambil manfaatnya, benda yang dianggap harta yang ada sebagnsanya, benda yang dianggap harta yang tidak ada atau sulit dicari seumpamanya, benda yang dianggap harta yang berharga dan dapat dipindahkan dan benda yang dianggap harta yang berharga dan tidak dapat dipindahkan.
- Harta ‘ain ghoiru dzati qimah, yaitu benda yang tidak dapat dipandang sebagai harta karena tidak memiliki harga, misalnya sebiji beras.
b. Harta Dayn
Harta dayn (hutang) adalah sesuatu yang berada dalam tanggung jawab. Seperti uang yang berda dalam tanggung jawab seseorang. Ulama hanafiyah berpendapat bahwa harta tidak dapat dibagi menjadi harta ‘ain dan dayn karena harta menurutnya ialah sesuatu yang berwujud, maka sesuatu yang tidak berwujud tidaklah sebagai harta, misalnya utang tidak dipandang sebagai harta tetapi utang menurutnya adalah washf fi al-dhimmah .
6)      Harta Mamluk, Mubah dan Manjur
a. Harta Mamluk
Harta mamluk ialah sesuatu yang masuk ke bawah milik, milik perorangan maupun milik badan hokum, seperti pemerintah dan yayasan. Harta mamluk terbagi menjadi dua macam, yaitu harta perorangan yang bukan berpautan dengan hak bukan pemilik, sperti rumah yang dikontrakan, selanjutnya harta pengkongsian atara dua pemilik yang berkaitan dengan hak yang bukan pemiliknya, seperti dua orang berkongsi memiliki sebuah pabrik.
b. Harta Mubah
Harta mubah ialah sesuatu yang asalnya bukan milik seseorang, seperti air pada mata air, binatang buruan darat, laut, pohon-poohon dihutan dan buah-buahannya.
c. HartaMahjur
Harta manjur ialah sesuatu yang tidak boleh dimiliki sendiri dan memberikan kepada orang lain menurut syariat, adakalanya benda itu benda wakaf ataupun benda yang dikhususkan untuk masyarakat umum, seperti jalan raya, masjid- masjid, kuburan dan lain-lain.
7)      Harta yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi
a. Harta yang dapat di bagi
Harta yang dapat dibagi ialah harta yang tidak menimbulkan suatu kerugian atau kerusakan apabila harta itu dibagi-bagi, misalnya beras tepung dan lainnya.
b. harta yang tidak dapat dibagi
Harta yang tidak dapat dibagi ialah harta yang menimbulkan suatu kerugian atau kerusakan apabila harta tersebut dibagi-bagi, misalnya gelas, kursi, meja, mesin, dan lainnya.
8)      Harta Pokok dan Harta Hasil
a. Harta pokok
Harta pokok adalah harta yang mungkin darinya terjadi harta yang lain.
b. Harta hasil
Harta hasil ialah harta yang terjadi dari harta yang lain. Pokok harta itu disebut modal, misalnya uang, emas dan lainnya. Contoh harta pokok dan harta hasil ialah bulu domba yang dihasilkan dari domba.
9)      Harta Khos dan ‘am
a. harta Khos
Harta khsa ialah harta pribadi, tidak bersekutu dengan yang lain, tidak boleh diambil manfaatnya tanpa disetujui pemiliknya.
b. harta ‘Am
Harta ‘am ialah harta milik umum (bersama) yang boleh diambil manfaantnya.

E. Fungsi Harta
            Fungsi harta bagi manusia sangat banyak. Harta dapat menunjang kegiatan manusia, baik dalam kegiatan yang baik maupun yang buruk. Oleh karena itu manusia selalu berusaha untuk memiliki dan menguasainya. Tidak jarang dengan memakai berbagai cara yang dilarang syara’ dan hokum Negara,atau ketetapan yang disepakati manusia.
Fungsi harta yang sesuai dengan hokum syara’ antara lain :[5]
1.      Kesempurnaan ibadah mahzhah, seperti shalat memerlukan kain untuk menutup aurat
2.      Memelihara dan meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT. Sebagai kefakiran mendekatkan kepada kekufukan.
3.      Meneruskan estafeta kehidupan, agar tidak meninggalkan generasi lemah ( Q.S An-Nisa’ : 9 )
4.      Menyelaraskan antara kehidupan dunia dan akhirat, Rasullah Saw bersabda : “ tidaklah seseorang itu makan walaupun sedikit yang lebih baik daripada makanan yang ia hasilkan dari keringatnya sendiri. Sesungguhnya nabi Allah, Daud, telah memakan dari hasil keringatnya sendiri “ ( HR. Bukhari dari Miqdam bin Madi Kariba )
5.      Bekal mencari dan mengembangkan ilmu
6.      Keharmonisan hidup bernegara dan bermasyarakat seperti orang kaya yang member pekerjaan kepada orang miskin
7.      Untuk menumbuhkan silaturahmi

F. AJARAN UNTUK MEMILIKI HARTA DAN GIAT BERUSAHA
            Adapun beberapa dalil, baik dari Al-Qur’an maupun hadis yang dapat dikategorikan sebagai isyarat bagi umat islam untuk memiliki kekayaan dan giat dalam berusaha supaya memperoleh kehidupan yang layak dan mampu melaksanakan semua rukun Islam. Diantara dalil-dalil tersebut adalah sebagai berikut :
a.Para Nabi brusaha sendiri untuk bekal hidup
Allah SWT menyatakan bahwa para Nabi berrusaha sendir, tidak menggantungkan kepada orang lain seperti yang diceritakan dalam QS. Saba’ : 10
b. Anjuran memanfaatkan dan memakan rizli Allah SWT ( QS. Al-Mulk : 15 )
c. Perintah menunaikan zakat
Perintah mencari harta dan giat bekerja dapat dipahami dengan adanya perintahmenunaikan zakat yang selalu mengiringi perintah mendirikan shalat dalam Al-Qur’an. Apabila shalat diibaratkan tiang agama,zakat adalah jembatannya. Disamping itu, dalam islam pun ada zakat yang diwajibkan kepada setiap manusia, yakni zakat fitrah.










BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Harta adalah segala sesuatu yang dimanfaatkan kepada sesuatu yang legal menurut hokum syara’ (hukum Islam) seperti jual beli, pinjaman, konsumsi, dan hibbah atau pemberian. Jadi, apapun yang digunakan manusia dalam kehidupan dunia merupakan harta.
Pandangan Islam terhadap harta adalah pandangan yang tegas dan bijaksana, karena Allah SWT. menjadikan harta sebagai hak milik-Nya, kemudian harta ini diberikan kepada orang yang dikehendakinya untuk dibelanjakan pada jalan Allah. Harta yang baik adalah harta jika diperoleh dari yang halal dan digunakan pada tempatnya. Harta menurut pandangan Islam adalah kebaikan bukan suatu keburukan. Oleh karena itu harta tersebut tidaklah tercela menurut pandangan Islam dan Karen itu pula Allah rela memberikan harta itu kepada hamba-Nya. Dan kekayaan adalah suatu nikmat dari Allah sehingga Allah SWT. telah memberikan pula beberapa kenikmatan kepada Rasul-Nya berupa kekayaan.
Penulis hanya bias berkata harta itu hanya perhiasan dunia yang tidak akan dibawa mati.
















DAFTAR PUSTAKA

Bably, Muhammad Mahmud, Dr.,.Kedudukan Harta Dalam Kedudukan Islam. Jakarta: Radar Jaya Offset.1989
Suhendi, H. Hendi, Dr. M. Si.,. Fiqh Muamalah.,. Bandung : Gunung Djati press, 1997
Syafei, H. Rachmad, Dr. MA., Fiqih muamalah. Bandung : CV Pustaka Setia, 2001








[1]  Wahbah Al-Juhaili, Al-Fiqh  Al-Islami wa Adilatuh, juz IV, Damsyik, Dar Al-Fikr, 1989, hlm. 40
[2]  Ibid, hlm. 40 – 42
[3] Ibn Abidin, Radd Al-Mukhtar Ala Dar Al-Mukhtar, juz III, hlm. 111
[4] Ibn Abidin,Op.Cit., juz III, hlm. 408 - 411
[5] Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Bandung, Gunung Djati Press, 1997, hlm. 28 - 30