BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam merupakan agama yang mengandung aqidah dan mengandung
aturan atau undang-undang.
Harta
dalam pandangan Islam adalah bukan satu-satunya tujuan, juga bukan sebagai
sebab yang dapat menjelaskan semua kejadian-kejadian, melainkan harta menjadi
jalan untuk merealisir sebagian kebutuhan-kebutuhan dan manfaat-manfaat yang
tidak cukup bagi manusia, yaitu dalam pelayanan seseorang kepada hal yang
bersifat materi yang tidak bertentangan dengan kemaslahatan umum tanpa berbuat
dzalim dan berlebihan
Islam
memandang harta dengan acuan akidah yang disarankan Al-Quran yaitu
dipertimbangkannya kesejahteraan manusia, alam, masyarakat dan hak
milik.Pandangan demikian bermula dari landasan iman kepada Allah, dan bahwa Allah
adalah pengatur segala hal dan kuasa.Adalah fitrah manusia untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya baik secara lahiriyah maupun batiniyah.Maka dari itu segala
kebutuhan seolah-olah bisa diselesaikan dengan dikumpulkannya Harta sebanyak-banyaknya.
Maka
apa sebenarnya hakekat harta dan bagaimana pandangannya dalam islam?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Harta
Menurut
etimologi, harta adalah[1] :
“sesuatu yang dibutuhkan dan diperoleh manusia, baik berupa benda yang tampak
seperti emas,perak,binatang,tumbuh-tumbuhan,maupun (yang tidak tampak), yakni
manfaat seperti kendaraan,pakaian dan tempat tinggal.”
Sesuatu yang tidak
dikuasai manusia tidak bisa dinamakan harta menurut bahasa, seperti burung
diudara ikan di dalam air,pohon dihutan, dan barang tambang yang ada di bumi.
Dalam bahasa Arab di
sebut al-Mal yang berarti condong,miring dan cenderung. Manusia cenderung ingin
memiliki dan menguasai harta.
Menurut istilah ahli fiqh terbagi dalam dua pendapat [2]:
1.
Menurut Ulama Hanafiah
“
harta adalah sesuatu yang dapat diambil,di simpan dan di manfaatkan “
Menurut definisi ini,
harta memiliki dua unsur :
a)
Harta dapat dikuasai dan dipelihara
seperti ilmu, kesehatan, kemuliaan, kecerdasan
b)
Dapat dimanfaatkan menurut kebiasaan
Segala sesuatu yang tidak
bermanfaat seperti daging bangkai, makanan yang basi, tidak dapat disebut harta,tetapi
menurut kebiasaan tidak diperhitungkan manusia seperti satu biji gandum,segenggam
tanah dan lain-lain,semua itu tidak disebut harta sebab terlalu sedikit
sehingga zatnya tidak dapat dimanfaatkan,kecuali kalau disatukan dengan hal
lain.
2.
Menurut Jumhur Ulama Fiqh Selain
Hanafiah
“segala
yang bernilai dan bersifat harta “
Salah satu perbedaan
dari definisi yang dikemukakan oleh Ulama Hnafiah dan Jumhur adalah tentang
benda yang tidak dapat diraba,seperti manfaat. Ulama hanafiah memandang bahwa
manfaat termasuk sesuatu yang dapat dimiliki,tetapi bukan harta. Adapun menurut
ulama selain hanafiah, manfaat termasuk harta sebab yang penting adalah
manfaatnya bukan zatnya. Pendapat ini lebih umum digunakan oleh manusia.
B. Kedudukan Harta dalam Al-Qur’an
dan as-Sunah
a. Dalam
Al-Qur’an
·
Harta sebagai fitnah
“
sesungguhnyahartamu dan anakmu adalah cobaan. Dan disisi Allah-lah pahala yang
paling besar “ Q.S At-Taghabun : 15
·
Harta sebagai perhiasan hidup
“ harta dan anak-anak
adalah perhiasaan dunia “ Q.S Al-Kahfi :46
·
Harta untuk memenuhi kebutuhan dan
mencapai kesenangan
“(dan dijadikan) indah
menurut pandangan manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini,yaitu
wanita-wanita,anak-anak,harta yang banyak dari emas,perak,kuda
pilihan,binatang-binatang ternak dan sawah lading. Itulah kesenangan hidup di
dunia dan disisi Alla-lah tempat kembali yang baik (surga) “ Q.S
Ali-imran : 14
b. Dalam
as-Sunah
·
Kecelakaan bagi penghamba harta
“celakalah orang yang
menjadi hamba dinar (uang), orang yang menjadi hamba dirham, orang yang menjadi
hamba toga atau pakain, jika diberi, ia bangga, jika tidak diberi ia marah,
mudah-mudahan ia celaka dan sakit, jika dia kena suatu musibah dia tidak akan
memperoleh jalan keluar “ H.R Bukhari
·
Penghambat harta adalah orang terkutuk
“terkutuklah orang yang
menjadi hamba dinar dan terkutuk pula orang yang menjadi hamba dirham “
H.R Tirmizi
C. Harta Dalam Pandangan Islam
Sikap
Islam terhadap harta merupakan bagian dari sikapnya terhadap kehidupan dunia.
Sikap Islam terhadap dunia adalah sikap pertengahan yang seimbang. Materi atau
harta dalam pandangan Islam adalah sebagai jalan, bukan satu-satunya tujuan,
dan bukan sebagai sebab yang dapat menjelaskan semua kejadian-kejadian. Harta
yang baik adalah harta jika diperoleh dari yang halal dan digunakan pada
tempatnya. Harta menurut pandangan Islam adalah kebaikan bukan suatu keburukan.
Oleh karena itu harta tersebut tidaklah tercela menurut pandangan Islam dan
karena itu pula Allah rela memberikan harta itu kepada hamba-Nya. Dan kekayaan
adalah suatu nikmat dari Allah sehingga Allah SWT.
Pertama,
harta mutlak dimiliki Allah. Manusia hanya sebatas melaksanakan amanah
mengelola dan memanfaatkan.
(QS.
Al_Hadid : 7)
“
Seseorang pada hari akhir nanti pasti akan ditanya 4 hal : usianya untuk apa
dihabiskan, jasmaninya untuk apa digunakan, hartanya darimana didapatkan dan
untuk apa dipergunakan, serta ilmunya untuk apa dipergunakan”. (HR Abu Daud)
Kedua,
status harta yang dimiliki manusia.
- Harta sebagai amanah dari Allah swt.
- Harta sebagai perhiasan hidup. (Ali Imron : 14)
- Harta sebagai ujian keimanan. (Al-Anfal : 28)
- Harta sebagai bekal ibadah.
Ketiga,
pemilikan harta dapat dilakukan melalui usaha (‘amal) atau mata pencaharian
(ma’isyah) yang halal dan sesuai dengan aturan Allah swt. (Al-Baqarah : 267)
“Sesungguhnya
Allah mencintai hambaNya yang bekerja. Barang siapa yang bekerja keras mencari
nafkah yang halal untuk keluarganya maka sam dengan mujahid di jalan Allah”.
(HR Ahmad)
“Mencari
rejeki yang halal adalah wajib setelah kewajiban yang lain”. (HR Thabrani)
Keempat,
dilarang
mencari harta yang melupakan mati. (At-Takatsur : 1-2)
Kelima,
dilarang mencari harta dengan menempuh usaha yang haram. Seperti melalui kegiatan
riba, perjudian, jual beli barang haram, mencuri, merampok, curang dalam
takaran atau timbangan, melalui cara-cara yang batil dan merugikan, dan suap
menyuap.
Berkenaan dengan harta didalam al-Qur’an dijelaskan juga
larangan-larangan yang berkaitan dengan aktivitas ekonomi, dalam hal ini
meliputi: produksi, distribusi dan konsumsi harta:
a.
Perkara-perkara yang merendahkan martabat dan akhlak manusia
b.
Perkara-perkara yang merugikan hak perorangan dan kepentingan sebagian atau
keseluruhan masyarakat, berupa perdagangan yang memakai bunga.
c.
Penimbunan harta dengan jalan kikir
d.
Aktivitas yang merupakan pemborosan
e.
Memproduksi, memeperdagangkan, dan mengkonsumsi barang-barang terlarang seperti
narkotika dan minuman keras.
D. Pembagian Harta
Ulama fiqih membagi harta menjadi
beberapa bagian yang bagiannya berdampak atau berkaitan dengan beragam hokum
(ketetapan), pembagiannya sebagai berikut :
1) Harta
Muttaqawwin dan Ghairu Muttaqawwin
a.
Harta Muttaqawwinn
“segala sesuatu yang dapat dikuasai
dengan pekerjaan dan diperbolehkan syara’ untuk memenfaatkannya,seperti
macam-macam benda yang tidak bergerak, yang bergerak, dan lain-lain “
Harta
ini ialah semua harta yang baik jenisnya maupun cara memperoleh dan penggunaanya.
Misalnya kerbau halal dimakan umat Islam, tetapi disembelih dengan cara dipukul
maka daging kerbau tersebut tidak dapat dimanfaatkan.
b.
Harta Ghairu Muttaqawwin
“sesuatu yang tidak
dapat dikuasai dengan pekerjaan dan dilarang syara’ untuk memanfaatkannya,kecuali
dalam keadaan mudarat, seperti khamar. “[3]
2)
Harta Mitsli dan Harta Qimi
a.
Harta mitsli
“harta yang memiliki kesamaan atau
kesetaraan dipasar, tidak ada perbedaan pada bagian-bagiannya atau
kesatuannya,yaitu perbedaan atau kekurangan yang biasa terjadi dalam aktivitas
ekonomi “
Harta
Mitsli ialah benda-benda yang ada persamaannya dalam kesatuan-kesatuannya,
dalam artian dapat berdiri sebagiannya ditempat yang lain tanpa ada perbedaan
yang perlu dinilai. Harta mitsli terbagi menjadi empat bagian, yaitu harta yang
ditakar seperti gandum, harta yang ditimbang seperti kapas dan besi, harta yang
dihitung seperti telur, dan harta yang dijual dengan meter seperti pakain,papan
dll.
b.Harta
Qimi
“harta yang tidak mempunyai
persamaan dipasar atau mempunyai persamaan,tetapi ada perbedaan menurut kebiasaan
antara kesatuannya pada nilai, seperti binatang dan pohon “[4]
Harta
Qimi ialah benda-benda yang kurang dalam kesatuan-kesatuanya karena tidak dapat
berdiri sebagian tempat sebagian yang lainnya tanpa perbedaan.
Dengan
pekara lain, harta mitsli adalah harat yang jenisnya diperoleh dipasar (secara
persis), dan Qimi ialah harta yang jenisnya sulit didapatkan dipasar, bias
diperoleh tetapi jenisnya berbeda, kecuali dalam nilai harganya. Jadi harta
yang ada imbangannya disebut mitsli dan yang tidak ada imbangannya disebut
qimi.
3) Harta
Istihlak dan Harata Isti’mal
a.
Harta Istihlak
Harta
islihlak ialah sesuatu yang tidak dapat diambil kegunaan dan manfaatnya secara
biasa, kecuali dengan menghabiskannya. Harta Istihlak terbagi dua yaitu
istihlak haqiqi ialah suatu benda yang menjadi harta yang secara jelas (nyata)
zatnya habis sekali digunakan. Misalnya, korek api bila dibakar maka habislah.
Selanjutnya istihlak huquqi ialah harta yang sudah habis nilainya bila telah
digunakan, tetapi zatnya tetap ada. Misalnya, uang yang dipake membayar utang.
b.
Harta Isti’mal
Harta
Isti’mal ialah sesuatu yang dapat digunakan berulang kali dan materinnya tetap
terpelihara. Harta isti’mal dihabis sekali digunakan melainkan dapat digunakan
lagi. Seperti kebun, tempat tidur, pakaian sepatu, laptop, hanphone dan lain
sebagainya.
4) Harta
Manqun dan Harata Ghoiru Manqul
a.
Harta manqun
Harta
manqul yaitu segala harta yang dapat dipindahkan (bergerak) dari suatu tempat
ke tempat lain. Seperti emas, perak, perunggu, pakaian, kendaraan dan lain
sebagainya, termasuk harta yang dapat dipindahkan.
b.
Harta Ghoiru Manqul
Harta
Ghoiru Manqul yaitu sesuatu yang tidak dapat dipindahkan dan dibawa dari tempat
satu ketempat yang lain. Seperti kebun, pabrik, sawah, dan lain sebagainya.
Karena tidak dapat dipindahkan. Dalam Hukum Perdata Positif digunakanlah istilah
benda bergerak dan benda tetap.
5) Harta
‘Ain dan Harta Dayn
a.
Harta ‘Ain
Harta
‘ain adalah harta yang berbentuk benda, seperti rumah, pakaian, jambu,
kendaraan dan lain sebagainya. Harta ‘ain terbagi menjadi dua yaitu:
-
Harta ‘ain dzati qimah, yaitu benda yang memiliki bentuk dipandang sebagai
harta karena memiliki nilai. Herta ini meliputi; benda yang dianggap harta
boleh diambil manfaatnya, benda dianggap harta tidak boleh diambil manfaatnya,
benda yang dianggap harta yang ada sebagnsanya, benda yang dianggap harta yang
tidak ada atau sulit dicari seumpamanya, benda yang dianggap harta yang
berharga dan dapat dipindahkan dan benda yang dianggap harta yang berharga dan
tidak dapat dipindahkan.
-
Harta ‘ain ghoiru dzati qimah, yaitu benda yang tidak dapat dipandang sebagai
harta karena tidak memiliki harga, misalnya sebiji beras.
b.
Harta Dayn
Harta
dayn (hutang) adalah sesuatu yang berada dalam tanggung jawab. Seperti uang
yang berda dalam tanggung jawab seseorang. Ulama hanafiyah berpendapat bahwa
harta tidak dapat dibagi menjadi harta ‘ain dan dayn karena harta menurutnya
ialah sesuatu yang berwujud, maka sesuatu yang tidak berwujud tidaklah sebagai
harta, misalnya utang tidak dipandang sebagai harta tetapi utang menurutnya
adalah washf fi al-dhimmah .
6) Harta
Mamluk, Mubah dan Manjur
a. Harta Mamluk
Harta
mamluk ialah sesuatu yang masuk ke bawah milik, milik perorangan maupun milik
badan hokum, seperti pemerintah dan yayasan. Harta mamluk terbagi menjadi dua
macam, yaitu harta perorangan yang bukan berpautan dengan hak bukan pemilik,
sperti rumah yang dikontrakan, selanjutnya harta pengkongsian atara dua pemilik
yang berkaitan dengan hak yang bukan pemiliknya, seperti dua orang berkongsi
memiliki sebuah pabrik.
b. Harta Mubah
Harta
mubah ialah sesuatu yang asalnya bukan milik seseorang, seperti air pada mata
air, binatang buruan darat, laut, pohon-poohon dihutan dan buah-buahannya.
c. HartaMahjur
Harta
manjur ialah sesuatu yang tidak boleh dimiliki sendiri dan memberikan kepada
orang lain menurut syariat, adakalanya benda itu benda wakaf ataupun benda yang
dikhususkan untuk masyarakat umum, seperti jalan raya, masjid- masjid, kuburan
dan lain-lain.
7)
Harta yang dapat dibagi dan tidak dapat
dibagi
a. Harta yang dapat
di bagi
Harta yang dapat dibagi ialah harta yang
tidak menimbulkan suatu kerugian atau kerusakan apabila harta itu dibagi-bagi,
misalnya beras tepung dan lainnya.
b. harta yang tidak dapat dibagi
Harta
yang tidak dapat dibagi ialah harta yang menimbulkan suatu kerugian atau
kerusakan apabila harta tersebut dibagi-bagi, misalnya gelas, kursi, meja,
mesin, dan lainnya.
8)
Harta Pokok dan Harta Hasil
a. Harta pokok
Harta pokok adalah harta yang mungkin
darinya terjadi harta yang lain.
b. Harta hasil
Harta
hasil ialah harta yang terjadi dari harta yang lain. Pokok harta itu disebut
modal, misalnya uang, emas dan lainnya. Contoh harta pokok dan harta hasil
ialah bulu domba yang dihasilkan dari domba.
9)
Harta Khos dan ‘am
a. harta Khos
Harta khsa ialah harta pribadi, tidak
bersekutu dengan yang lain, tidak boleh diambil manfaatnya tanpa disetujui
pemiliknya.
b. harta ‘Am
Harta ‘am ialah harta milik umum (bersama) yang boleh
diambil manfaantnya.
E.
Fungsi Harta
Fungsi
harta bagi manusia sangat banyak. Harta dapat menunjang kegiatan manusia, baik
dalam kegiatan yang baik maupun yang buruk. Oleh karena itu manusia selalu
berusaha untuk memiliki dan menguasainya. Tidak jarang dengan memakai berbagai
cara yang dilarang syara’ dan hokum Negara,atau ketetapan yang disepakati
manusia.
Fungsi harta yang sesuai dengan hokum
syara’ antara lain :[5]
1.
Kesempurnaan ibadah mahzhah, seperti
shalat memerlukan kain untuk menutup aurat
2.
Memelihara dan meningkatkan keimanan dan
ketaqwaan kepada Allah SWT. Sebagai kefakiran mendekatkan kepada kekufukan.
3.
Meneruskan estafeta kehidupan, agar
tidak meninggalkan generasi lemah ( Q.S An-Nisa’ : 9 )
4.
Menyelaraskan antara kehidupan dunia dan
akhirat, Rasullah Saw bersabda : “
tidaklah seseorang itu makan walaupun sedikit yang lebih baik daripada makanan
yang ia hasilkan dari keringatnya sendiri. Sesungguhnya nabi Allah, Daud, telah
memakan dari hasil keringatnya sendiri “ ( HR. Bukhari dari Miqdam bin Madi
Kariba )
5.
Bekal mencari dan mengembangkan ilmu
6.
Keharmonisan hidup bernegara dan bermasyarakat
seperti orang kaya yang member pekerjaan kepada orang miskin
7.
Untuk menumbuhkan silaturahmi
F.
AJARAN UNTUK MEMILIKI HARTA DAN GIAT BERUSAHA
Adapun
beberapa dalil, baik dari Al-Qur’an maupun hadis yang dapat dikategorikan
sebagai isyarat bagi umat islam untuk memiliki kekayaan dan giat dalam berusaha
supaya memperoleh kehidupan yang layak dan mampu melaksanakan semua rukun
Islam. Diantara dalil-dalil tersebut adalah sebagai berikut :
a.Para Nabi
brusaha sendiri untuk bekal hidup
Allah SWT menyatakan bahwa para Nabi
berrusaha sendir, tidak menggantungkan kepada orang lain seperti yang
diceritakan dalam QS. Saba’ : 10
b. Anjuran
memanfaatkan dan memakan rizli Allah SWT ( QS. Al-Mulk : 15 )
c. Perintah
menunaikan zakat
Perintah mencari harta dan giat bekerja
dapat dipahami dengan adanya perintahmenunaikan zakat yang selalu mengiringi
perintah mendirikan shalat dalam Al-Qur’an. Apabila shalat diibaratkan tiang
agama,zakat adalah jembatannya. Disamping itu, dalam islam pun ada zakat yang
diwajibkan kepada setiap manusia, yakni zakat fitrah.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Harta adalah segala
sesuatu yang dimanfaatkan kepada sesuatu yang legal menurut hokum syara’ (hukum
Islam) seperti jual beli, pinjaman, konsumsi, dan hibbah atau pemberian. Jadi,
apapun yang digunakan manusia dalam kehidupan dunia merupakan harta.
Pandangan Islam
terhadap harta adalah pandangan yang tegas dan bijaksana, karena Allah SWT.
menjadikan harta sebagai hak milik-Nya, kemudian harta ini diberikan kepada
orang yang dikehendakinya untuk dibelanjakan pada jalan Allah. Harta yang baik
adalah harta jika diperoleh dari yang halal dan digunakan pada tempatnya. Harta
menurut pandangan Islam adalah kebaikan bukan suatu keburukan. Oleh karena itu
harta tersebut tidaklah tercela menurut pandangan Islam dan Karen itu pula
Allah rela memberikan harta itu kepada hamba-Nya. Dan kekayaan adalah suatu
nikmat dari Allah sehingga Allah SWT. telah memberikan pula beberapa kenikmatan
kepada Rasul-Nya berupa kekayaan.
Penulis hanya bias
berkata harta itu hanya perhiasan dunia yang tidak akan dibawa mati.
DAFTAR PUSTAKA
Bably, Muhammad Mahmud, Dr.,.Kedudukan Harta Dalam Kedudukan Islam.
Jakarta: Radar Jaya Offset.1989
Suhendi, H. Hendi, Dr. M. Si.,. Fiqh Muamalah.,. Bandung : Gunung Djati
press, 1997
Syafei, H. Rachmad, Dr. MA., Fiqih muamalah. Bandung : CV Pustaka
Setia, 2001